Benarkah Diabetes Mellitus tipe-2 memperparah CoViD-19?
Penulis: Rosyida Awalia Safitri, S.Gz., M.Imun
“Let food be thy medicine and medicine be thy food”, kutipan ini dicetuskan oleh Hippocrates dan merupakan kutipan populer di kalangan para ahli gizi di Indonesia. Dari kutipan Hippocrates tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa makanan dapat menjadi obat bagi tubuh kita. Namun, dari makanan juga kita bisa mengalami sakit. Untuk itu, keseimbangan zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan perlu kita kontrol.
Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe-2) merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan oleh loss control kita dalam makanan. Diet tinggi energi dan lemak merupakan faktor utama penyebab DM tipe-2. Di era pandemi CoViD-19 ini DM tipe-2 merupakan salah satu komorbid, selain TBC dan hipertensi, yang menyebabkan tingginya tingkat kematian akibat CoViD-19 di Indonesia. Lalu, bagaimana DM tipe-2 ini dapat memperparah penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 ini?
Lemak terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA) dapat menyebabkan aktivasi kronis sistem kekebalan tubuh bawaan dan menghambat sistem kekebalan tubuh adaptif. Secara singkat, konsumsi SFA yang berlebihan dapat menyebabkan keadaan lipotoksik dan mengaktifkan sistem imun bawaan melalui aktivasi reseptor TLR-4 yang diekspresikan oleh makrofag, sel dendritik, dan neutrophil. Hal ini memicu aktivasi jalur sinyal inflamasi yang menghasilkan mediator proinflamasi dan efektor lain dari sistem imun bawaan. Selain itu, penelitian Tashiro,dkk mengatakan bahwa konsumsi makanan tinggi lemak pada tikus meningkatkan infiltrasi makrofag ke jaringan paru-paru, khususnya di alveoli. Sel epitel alveoli pada paru adalah target utama SARS-CoV-2.
Selain kekebalan bawaan, konsumsi makanan tinggi lemak memicu terjadinya stress oksidatif, sehingga dapat menghambat fungsi limfosit T dan B dalam sistem kekebalan adaptif. Stress oksidatif yang diinduksi oleh makanan tinggi lemak dapat merusak proliferasi dan maturasi sel T dan B dan menginduksi apoptosis sel B, sehingga terjadi imunodepresi sel B. hal ini berimplikasi dalam pertahanan host terhadap virus. Penelitian yang dilakukan oleh Green dan Beck mengatakan bahwa tikus yang diberi diet tinggi lemak menunjukkan peningkatan patologi paru-paru karena infeksi influenza dan respon imun adaptif yang tertunda. Selain itu, tikus mengalami defisit sel T memori terhadap influenza, ditunjukkan oleh gangguan respon terhadap presentasi antigen dan viral clearance.
Konsumsi diet tinggi lemak dapat mengacaukan imunitas adaptif dan meningkatkan imunitas bawaan, yang mengarah pada peradangan kronis dan sangat merusak pertahanan host terhadap pathogen virus. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Qin dkk, 2020 menemukan bahwa jumlah sel T dan sel B lebih rendah pada pasien CoViD-19 yang parah.
Singkatnya, sangat penting untuk mempertimbangkan dampak gaya hidup, seperti konsumsi diet yang tidak sehat, pada kerentanan terhadap CoViD-19 dan pemulihannya. Oleh karena itu, akan lebih baik apabila Anda dapat menahan diri dari makanan yang tinggi lemak jenuh dan gula, tingkatkan konsumsi makanan yang tinggi serat, lemak tak jenuh dan antioksidan untuk meningkatkan fungsi imunitas tubuh.